Keterbelakangan Ridwan Bukan Alasan
“Allah
tak pernah menciptakan produk gagal, dan keterbelakangan mental bukan satu
alasan untuk tidak beribadah kepada Allah” Kalimat itu diucapkan Ibu Obay
dengan menahan bendungan air mata yang tak kuasa ia tahan, ketika membicarakan
anaknya.


Keterbelakangan mental bukan alasan ia
untuk diam dan mengharapkan belas kasihan dari orang lain, jika ada tetangganya
yang mengadakan pesta pernikahan ia dengan sigap menjadi “tukang parkir” dengan
kemampuan seadanya, dan orang-orang sudah mengira bahwa anak tersebut memiliki
keterbelakangan mental, sehingga mereka merasa iba dengan memberinya imbalan.
Ridwan termasuk anak yang giat, seperti
sosok Ridwan Kamil, walikota Bandung yang selalu giat dalam menata kota kalau
bertanya nama kepanjangan Ridwan pasti ia akan menjawab “Ieu mah Ridwan Kamil”
(Ini Ridwan Kamil) dengan nada lantang ia menjawab dan dengan sedikit tersenyum
sehingga gigi putih dan rapih nampak
terlihat. Subuh hari sebelum adzan ia selalu menyempatkan
untuk membersihkan pekarangan Masjid, menyapu dan mengepel masjid, merapihkan
dan meluruskan sajadah yang ada dimasjid dan dilanjutkan bersholawat di masjid
dengan suara yang merdu melantunkan ayat ayat Allah dan bersholawat kepada
Nabi, mampu menenangkan dan mengobati hati pendengarnya. Biasanya kegiatan itu
dilakukan dengan Kakeknya, tapi sebulan yang lalu kakeknya telah pergi
menghadap sang Illahi, dan tinggallah Ridwan seorang diri yang meneruskan
kebiasaan Kakeknya. Ia tidak pernah tertinggal untuk sholat berjamaah di Masjid
meskipun keadaannya sedang sakit sekalipun, bahkan ketika kakinya pecah-pecah
dan berdarah ia tak pernah mengeluh untuk pergi ke Masjid. Selain taat
beribadah, ia juga memiliki kecintaan terhadap hewan, yaitu kucing ia selalu
memberi makan kucing liar bagaimanapun keadaan kucing tersebut. Ridwan memiliki
rasa sosial yang tinggi ketika ada warga yang meninggal, ia segera pergi untuk
menengoknya. Satu hal yang dikhawatirkan ibunya, apabila Ibu sudah tidak ada,
siapa yang akan mengurus dia, sedangkan dia sekarang sudah beranjak dewasa.
Ridwan tidak pernah mengeluh dengan keadaanya yang sangat sederhana, makan
dengan lauk seadanya, ia selalu menebarkan senyuman ceria disetiap harinya dan
Masjid adalah tempat ternyaman baginya, sungguh mulia sekali hatinya, bersih bak kertas putih
yang tidak ternodai, menjadi renungan untuk kita yang masih mengeluh dengan
keadaan dan tidak bisa menerima takdir hidup.
Sungguh senyum simpul yang tersirat
diwajahnya tidak menggambarkan perbedaan dan kekurangan yang ada pada dirinya,
Ridwan sosok yang selalu mendoakan sesamanya dengan ucapan yang tulus “ Sing
sehat jeung agung milik nya” (Semoga sehat selalu dan banyak rezeki ya) sungguh
doa yang tulus dan insya allah tercatat di Lauh Mahfuz. Sudahkah kita
bersyukur? dan mendoakan karena tulus bukan karena modus semata.
@nengtintinkaa